Jambi, Sitimang.id – Taman Budaya Jambi melaksanakan karya pengolahan ‘Sumando’. Karya Pengolahan Seni Musik Oleh Komunitas Tepak Karsa di Gedung Teater Arena Taman Budaya Jambi (Kamis, 03/11/2022). ‘Sumando’ dihadirkan Tepak Karsa dengan Komposer Anggi Okprida dan Pemusik Joe, Andik, Ardi, Deni, Rido, Eko, Mahar, Yogik dan Anggik.
Pemilihan instrumentasi dalam karya ini dibagi menjadi empat karakteristik instrumen yang terdiri dari tiup (flute), gesek (violin dan violoncello), petik (guitar) dan perkusi (gendang, tambourin, cymbal dan akordion). Dari segi pertunjukan, posisi instrumen menggunakan bentuk standar pertunjukan chamber dimana kelompok string berada pada bagian depan, diikuti oleh kelompok tiup dan perkusi pada posisi belakang.
Pentas ini diselenggarakan Pemerintah provinsi Jambi Dinas Kebudayaan dan Pariwisata provinsi Jambi UPTD Taman Budaya Jambi, didukung penuh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia melalui Dirjen Kebudayaan dalam bingkai Dana Alokasi Khusus (DAK).
Konsep upacara dalam pergelaran ini menurut Kepala Taman Budaya Jambi, Eri Argawan Sesuai kesepakatan seniman, bahwa tahun 2022 semua karya eksperimentasi, pengolahan dan Apresiasi di Taman Budaya Jambi wajib bertema Upacara.
“Inilah program pengembangan seni tradisional, kegiatan pembinaan kesenian yang masyarakatnya pelaku lintas daerah kabupaten/kota pada sub kegiatan peningkatan kapasitas tata kelola lembaga kesenian tradisional dan sub kegiatan peningkatan pendidikan dan pelatihan SDM kesenian tradisional,” tandas Eri Argawan.
Ide dan Gagasan Penciptaan
Kategori genre dalam abad ke-19 dan awal abad ke-20 terlibat dengan berbagai tingkat interpretasi musik. Ditempatkan dalam konteks historisnya, konvensi generik menentukan pemahaman tentang karya musik untuk menginformasikan musik yang digarap. Namun demikian, mengidentifikasi batasbatas yang tepat antara genre individu seperti puisi nada atau tone poem dapat dijadikan solusi. Tone poem merupakan karya musik yang mengadaptasikan teks dari puisi ataupun bentuk sastra ke dalam musik. Pertama kali diciptakan oleh Liszt pada tahun 1840-an, tone poem sering tampak bertentangan dari pada terkait erat dengan bentuk-bentuk musik yang ‘mapan’. Tone poem dicirikan oleh 6 pendekatan yang lebih bebas dan inovatif dalam bentuk musik, terutama kecenderungan kearah struktur gerakan tunggal (Grimley, 2004).
Dari pernyataan diatas dapat dijadikan referensi pengkarya dalam menemukan ide penciptaan pada komposisi musik ini. Pengamatan pengkarya pada pelaksaan Ngaji Adat mempunyai kemiripan dengan jenis genre tone poem yang telah dijelaskan diatas, yaitu pada penggunaan teks dari bentuk sastra yang dinyanyikan. Kemudian, pengkarya mengamati unsur musikal yang terdapat pada Ngaji Adat seperti nyanyian saat melantukan teks undang-undang adat dan tabuhan piring yang keduanya mengandung, ritme, nada dan pola melodi yang dapat diidentifikasi dan diuraikan menjadi bagian-bagian yang ‘identik’. Lalu, dikembangkan sebagai materi musikal pada proses penggarapan komposisi musik ini. Sedangkan teks dari buku dasardasar hukum adat Tigo Luhah Tanah Sekudung Siulak tersebut dijadikan lirik yang dinyanyikan oleh instrumen vokal. (Gun)
Discussion about this post