Jambi, Sitimang.id – Kelompok teater Kanti Becakap dedahkan pertunjukan bergaya surealisme saat menampilkan karya bertajuk ‘la dalu’, pada Sabtu malam (5/11/2022) di gedung arena, Taman Budaya Jambi.
Menurut Ikhsan Irianto selaku sutradara, efek surealis divisualisasikan dengan memanfaatkan media proyektor agar alam bawah sadar dapat tergambar dengan eksplisit dan elusif. Selain itu, memanfaatkan teknologi dalam karya teater adalah upaya untuk membuka ruang jelajah baru dan menawarkan bentuk teater kontemporer yang tetap memiliki nuansa kedaerahan. Maka dari itu, identitas kultural dari desa Kedotan tetap dipertahankan agar pertunjukan tidak terlampau berjarak dari masyarakat.
“Dalam karya ini kami mengangkat tradisi Kramat Bedil dan upacara Ngandum Kampung yang ditarik menggunakan dialog surealis untuk memudahkan pemahaman penonton,” ujarnya seusai pertunjukan.
Dipaparkannya lebih jauh, bunyi dari Kramat Bedil dihadirkan lewat penceritaan yang mimpi menjadi bagian yang esensial dalam peristiwa budaya Ngandum Kampung. Maka dari itu, karya ini difokuskan kepada pengolahan mimpi sebagai landasan penciptaan karya teater. Gaya penciptaan teater yang relevan untuk mengolah mimpi adalah surealisme.
“Struktur cerita disusun secara fiktif imajinatif agar konflik dapat dibangun secara kompleks sesuai kebutuhan dramatik cerita. Karya ini telah berjelas-jelas tidak mengangkat kisah sejarah atau legenda, tetapi menyusun cerita baru berdasarkan atau terinspirasi dari ritual Ngandum Kampung,” katanya lagi.
Secara terpisah, Kepala TBJ, Eri Argawan, mengatakan, bangunan cerita tidak benar-benar telah terjadi namun latar tempat dan latar budaya dari desa Kedotan tetap dipertahankan sebagai upaya memberikan ilusi atas ralitas yang sesungguhnya. Baginya hal ini menarik mengingat pola penulisan penulisan naskah mengadopsi gaya naturalism dalam penulisan naskah adalah penulisan naskah yang berdasarkan imajinasi namun latarnya berdasarkan lokasi yang nyata.
“Agar dramatik pertunjukan dapat terjaga strukturnya, maka pola pemeranan yang dipilih adalahakting yang natural (Realistik). Namun, untuk kebutuhan gaya surealisme, beberapa adegan disampaikan melalui pola akting yang ekspresif (postrealistik). Perpaduan dua konsep akting ini dapat menawarkan pertunjukan yang dapat menjangkau berbagai segmen penonton. Mulai dari publik awam seni hingga kritikan seni. Selain itu, alasan dari pemilihan dua konsep akting ini agar pertunjukan menjadi lebih variatif dan tidak terperangkap oleh konsep teater yang kaku,” urainya seusai pertunjukan. (Gun)
Discussion about this post