Sitimang.id, Jambi – Ketua Lembaga Adat Melayu Provinsi Jambi, H Hasan Basri Agus (HBA) menanggapi positif adanya surat permohonan bantuan yang meminta lembaganya membantu menyelesaikan konflik warga dengan Pemkot Jambi dan Perumda Tirta Mayang Kota Jambi.
“Pak HBA telah menghubungi saya baik melalui telepon dan juga aplikasi pesan, beliau menyatakan tengah mempelajari surat yang saya sampaikan ke LAM Jambi,” kata Dedi Heriansyah kepada Sitimang.id, Minggu (25/2/2024).
Diketahui sebelumnya, Dedi Heriansyah, warga Kota Jambi melayangkan surat permohonan ke Lembaga Adat Melayu Jambi. Tujuannya, agar lembaga yang diketuai Hasan Basri Agus mau membantu menyelesaikan masalah yang dialaminya berhadapan dengan manajemen Perumda Tirta Mayang dan Pemkot Jambi.
“Surat permohonan bantuan beserta kronologis masalah dan dokumen pendukung sudah saya sampaikan Senin 19 Februari 2024, saya meminta Bapak HBA sebagai Ketua Lembaga Adat Melayu Jambi mau menjadi penengah dan membantu menyelesaikan masalah saya dengan PDAM dan Pemkot Jambi,” kata Dedi, kepada Sitimang.id, Kamis (22/2/2024).
Surat kepada Ketua Lembaga Adat Melayu Jambi, kata Dedi, juga ditembuskan kepada dua orang pejabat tinggi negara penerima gelar adat Jambi, mereka diantaranya, Menteri Dalam Negeri, Tito Karnavian dengan gelar adat Sri Paduko Setio Payung Negeri dan Jaksa Agung ST Burhadin dengan gelar adat Sri Paduko Agung Mustiko Alam.
“Dari banyaknya tokoh penerima gelar adat Jambi, hanya Pak Tito Karnavaian dan Pak ST Burhanudin yang saya berikan tembusan, karena berharap adanya perhatian dari mereka berdua,” kata Dedi.
Dedi mengungkapkan, awal masalah terjadi pada 1997, saat PDAM Tirta Mayang memanfaatkan tanah milik orang tuanya tanpa izin untuk ditanam pipa dan jalan ke lokasi menuju intake Aur Duri yang berada di Kecamatan Telanaipura.
“Pada awal pembangunan oleh PDAM, keluarga kami tidak bisa melakukan klaim gantirugi, karena saat itu tanah itu juga diklaim sebagai hak milik orang lain. Saat itu, terus dilakukan musyawarah adat maupun desa terkait tanah milik orang tua saya yang juga di akui pihak lain,” katanya.
Karena tak kunjung ada sepakat dari musyawarah adat dan desa dari tahun ke tahun. Berbekal keyakinan bahwa orang tuanya memiliki bukti yang kuat atas tanah tersebut, dia berulangkali mendatangi manajemen PDAM untuk bertanya dari siapa tanah milik orang tuanya dibeli.
“Berulang-ulang saya tanya baik-dari dari mana PDAM beli, tapi tak mendapatkan tanggapan. Lalu saya berinisiatif melakukan pemblokiran jalan. Saat blokir jalan inilah, saya diajak naik mobil polisi menuju kantor Desa Mendalo Laut untuk bertemu dengan perwakilan pihak PDAM.”
“Usai pertemuan ini, akhirnya keluarga saya dan PDAM saat Dirutnya Pak Firdaus membuat kesepakatan tertentu. Walaupun sempat terjadi perselisihan, kesepakatan dengan pihak PDAM tetap dijalankan pada saat Dirut Erwin. Namun pada Dirut PDAM saat ini, kesepakatan it dilanggar,” ujar Dedi.
Menyikapi sikap ingkar Dirut Perumda Tirta Mayang atas kesepakatan sekitar 11 tahun lalu, Dedi berharap agar dilakukan musyarawah baru secara adil yang memungkinkan pihak keluarganya untuk menentukan sikap.
“Sejak Agustus 2023 saya berjuang bagaimana agar PDAM dan Pemkot agar mau duduk bersama musyawarah, mulai bolak-balik ke Kanwil Hukum dan HAM hingga Polsek Telanaipura. Nyatanya setelah berhasil duduk rapat bersama, mereka seperti memaksakan keinginan mereka ke kami. Harusnya kalau memang tidak bisa memenuhi kesepakatan awal, dibuat kesepakatan baru yang memberi peluang kami menyampaikan keinginan,” keluh Dedi. (Rif)
Discussion about this post