Jambi, Sitimang.id – Kurator UPTD Taman Budaya Jambi (TBJ), Darwan Asri, melakukan diskusi terbuka dan membedah terkait sejarah dan makna tari tauh yang berasal dari desa Koto Jayo Kabupaten Bungo. Diskusi terbuka ini dilakukan pada Jumat sore (13/5/2022) di gazebo TBJ secara interaktif dan santai agar tidak terkesan formalistik namun pengetahuan terkait tari tauh dapat tersampai dengan baik.
Menurut Darwan, keunikan tari ini terletak pada kesederhanaan gerak dan adanya seutas tali yang direntang sebagai pembatas, antara penari laki-laki dengan penari wanita. Kegiatan betauh atau tari Tauh berfungsi sebagai hiburan ketika selesai panen dan disanalah terjadi interaksi antara pemuda dengan pemudi, bahkan seringkali dari kegiatan menari bersama beberapa dari mereka menemukan jodohnya.tari-tauh-diiringi-musik-krinok.
“Seiring dengan perkembangan zaman, keberadaan tari tauh sebagai sebuah ekspresi komunal mulai tersingkirkan dan tidak lagi diminati. Bahkan saat ini hanya beberapa orang saja yang masih bisa ditemui dan mengetahui tentang tari tauh. Ada makna dan filosofi menarik yang terkandung dalam tari tauh, yakni bagaimana saling menghormati dan mentaati aturan yang disepakati secara tidak tertulis dalam pergaulan muda-mudi yang dijalankan oleh masyarakat di desa Koto Jayo,” bebernya dihadapan sejumlah seniman tari muda Provinsi Jambi.
Ia juga menerangkan, tidak diketahui pasti siapa dan kapan tari tercipta. Sedangkan secara kebahasaan, tauh berasal dari kata “ta” yang artinya tarap, dan “uh” atau jauh. Tauh menjadi akronim dari tarap jauh. Tarap itulah yang berarti memanggil, mengajak, meminta. Oleh karenanya, “tauh” memiliki arti mengajak, atau memanggil orang lain, untuk ikut menari.
Dijelaskannya lagi, para penari biasanya hanya memakai kebaya atau baju kurung. Tanpa ada aturan dalam hal pakaian. Para penari juga dibebaskan dalam gerakannya. Mereka boleh saja saling bertukar tempat. Durasi dalam penampilan tari tauh, tidak terbatas. Apalagi jika penonton sangat meriah untuk ikut menari dan hafal pantun krinok. Maka tari tauh bisa saja berdurasi setengah hari.
“Tari tauh diiringi oleh gong, kelintang kayu, gendang serta biola. Tari tauh juga diisi dengan pantun krinok sebagai lagunya. Lagu pengiring ini berupa syair yang bercerita tentang kehidupan dan kisah para pemuda. Dari krinok inilah, para bujang dan gadis saling berbalas pantun atau yang dikenal dengan bertauh. Para pemuda jaman dahulu sangat senang, bahkan menanti momen bertauh. Mereka menjadikan bertauh sebagai sarana untuk menyampaikan isi hati pada pujaannya. Bertauh jugalah yang menjadi ajang mencari jodoh,” urainya. (Gun)
Discussion about this post