Jakarta, Sitimang.com – Sepekan belakangan ini, masyarakat Indonesia dihebohkan tentang bintang tsurayya sebagai akhir dari pandemi virus corona.
Sebenarnya apa bintang Tsurayya itu? Dilansir dari republika, Tsurayya adalah nama Arab untuk gugusan bintang Pleiades. Jika Pleiades adalah nama lain Tsurayya dalam mitologi Yunani, di Persia dikenal sebagai Sorayya, di Babilonia sebagai Mul-mul, di India dengan nama Krittika, di Cina sebagai Mao, di Jepang disebut Subaru, maka di Indonesia di antaranya dengan nama Tujuh Bersaudari.
Gugus bintang atau klaster Pleiades ini berisikan setidaknya 800 bintang yang berjarak 410 tahun cahaya dari bumi. Tahun cahaya merupakan satuan jarak.
Galileo Galilei adalah astronom pertama yang mengamati Pleiades melalui teleskop. Dia mempublikasikan pengamatannya pada Maret 1610 dengan menyebut Pleiades berisi 36 bintang.
Menurut Judhistira Aria Utama dari Laboratorium Bumi dan Antariksa Departemen Pendidikan Fisika Universitas Pendidikan Indonesia (UPI), gugus bintang Pleiades ini berada di arah rasi Taurus.
“Bila Tsurayya yang dimaksud itu adalah Pleiades, maka gugus bintang ini berada di horison timur Jakarta pada saat fajar shadiq yang menandai awal waktu Subuh pada 9 Juni 2020, sebelum terbitnya matahari,” kata Aria.
Beberapa hadist yang berkaitan
عَنْ عَسَلٍ، عَنْ عَطَاءِ بْنِ أَبِي رَبَاحٍ، أَنَّهُ قَالَ: ” مَا طَلَعَ النَّجْمُ غَدَاةً قَطُّ وَبِقَوْمٍ أَوْ بِقَرْيَةٍ عَاهَةٌ، إِلا خَفَّتْ أَوِ ارْتَفَعَتْ عَنْهُمْ “، فَقُلْتُ: عَمَّنْ هَذَا يَا أَبَا مُحَمَّدٍ؟، قَالَ: عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّىٰ ٱللَّٰهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ وَسَلَّمَ
“Dari Isl dari Atho bin Abi Rabah, bahwasanya dia berkata: Tidaklah terbit bintang dipagi hari sama sekali sedangkan suatu kaum atau sebuah kampung ditimpa penyakit (wabah), kecuali pasti wabah itu diringankan atau diangkat dari mereka.” Maka aku (Isl) bertanya: Dari siapakah ini wahai Aba Muhammad (Atho)? Dia menjawab: “Dari Abu Hurairah dari Rasulullah saw.” (Riwayat Ibnu Thahman dalam Masyikhokhnya 196).
Riwayat Imam Thabrani dalam Mu’jam Ausath 1305 dengan redaksi,
مَا طَلَعَ النَّجْمُ صَبَاحًا قَطُّ، وَبِقَوْمٍ عَاهَةٌ إِلا رُفِعَتْ عَنْهُمْ
“Tidaklah terbit bintang dipagi hari sama sekali sedangkan suatu kaum ditimpa penyakit (wabah), kecuali pasti wabah itu diangkat dari mereka.”
Kalimat qaum, qoryah, ahat bentuknya nakirah dan menunjukan makna umum .
Riwayat Imam al Bazzar dalam Kasyful Astar 1289 dll,
مَا طَلَعَ النَّجْمُ قَطُّ، وَفِي الأَرْضِ مِنَ الْعَاهَةِ شَيْءٌ إِلا رُفِعَ
“Tidaklah terbit bintang sedangkan di bumi ditimpa penyakit (wabah), kecuali pasti wabah itu diangkat.”
Dalam musnad Imam Abi Hanifah menurut riwayat Ibnu Ya’qub 2, dengan redaksi:
إِذَا طَلَعَ النَّجْمُ ارْتفَعَتِ الْعَاهَة عَنْ أَهْلِ كُلِّ بَلَدة
“Apabila terbit bintang, (pasti) terangkatlah penyakit dari penduduk setiap negeri.”
Redaksi riwayat Ibnu Abdil Barri dalam Itsaratul Fawa’id 181:
إِذَا طَلَعَ النَّجْمُ رُفِعَتِ الْعَاهَةُ عَنْ كُلِّ بَلَدٍ
“Apabila terbit bintang, (pasti) diangkatlah penyakit dari setiap negeri.”
Sedangkan dalam musnad Imam Abu Hanifah menurut riwayat Abu Nuaem 1/137 dengan redaksi;
إِذَا طَلَعَتِ الثُّرَيَّا غُدْوَةً ارْتَفَعَتِ الْعَاهَةُ عَنْ كُلِّ بَلَدٍ
“Apabila terbit bintang Tsurayya, (pasti) terangkatlah penyakit dari setiap negeri.”
Riwayat Imam Ahmad dalam musnadnya 8611 dengan redaksi;
إِذَا طَلَعَ النَّجْمُ ذَا صَبَاحٍ رُفِعَتِ الْعَاهَةُ
“Apabila terbit bintang pada suatu pagi, (pasti) diangkatlah penyakit.”
Al Hafidz Ibnu Hajar menyebut-nyebut dalam fathul bari redaksi riwayat Abu Dawud dari Abu Hurairah,
إذا طلع النجم صباحًا رفعت العاهة عن كل بلد
“Apabila terbit bintang di pagi hari, (pasti) diangkatlah penyakit dari setiap negeri.”
Namun tidak dijumpai dalam Sunan Abu Dawud, mungkin ini wahm saja dari beliau.
Dilansir dari hidayatullah.com, secara sanad, hadits dengan redaksi yang disebutkan diatas tidak ada yang shahih sebab semuanya melalui rawi bernama ‘Isl bin Abi Sufyan atau Imam Abu Hanifah. Keduanya dlo’iful hadits menurut ulama ahlun-naqdi.
Secara matan, hadits-hadits diatas tidak berdiri sendiri, kemuthlaqannya harus disesuaikan hadits-hadits yang shahih sehingga tidak menimbulkan salah paham terhadap pesan yg disampaikan seperti dilakukan sebagian orang dengan mengaitkannya kepada isu wabah corona segala.
Perhatikan hadits-hadits shahih yang dimaksud;
عَنْ ابْنِ عُمَرَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَهَى عَنْ بَيْعِ النَّخْلِ حَتَّى يَزْهُوَ وَعَنْ السُّنْبُلِ حَتَّى يَبْيَضَّ وَيَأْمَنَ الْعَاهَةَ نَهَى الْبَائِعَ وَالْمُشْتَرِيَ
“Dari Ibnu Umar bahwa Rasulullah ﷺ melarang menjual kurma hingga tampak buahnya dan bijian sampai mengeras (tampak matangnya) dan terbebas dari kerusakan/hama, beliau melarang kepada penjual dan pembeli.” (HR. Muslim dll)
عَنْ عَائِشَةَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَا تَبِيعُوا ثِمَارَكُمْ حَتَّى يَبْدُوَ صَلَاحُهَا وَتَنْجُوَ مِنْ الْعَاهَةِ
“Dari Aisyah dari Nabi ﷺ bersabda: “Janganlah kalian menjual buah-buahan hingga tampak kelayakannya dan selamat dari hama.” (HR. Ahmad 23271)
عَنْ عُثْمَانَ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ سُرَاقَةَ قَالَ سَأَلْتُ ابْنَ عُمَرَ عَنْ بَيْعِ الثِّمَارِ فَقَالَ نَهَى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ بَيْعِ الثِّمَارِ حَتَّى تَذْهَبَ الْعَاهَةُ قُلْتُ وَمَتَى ذَاكَ قَالَ حَتَّى تَطْلُعَ الثُّرَيَّا
“Dari Utsman bin Abdullah bin Suraqah ia berkata: “Aku bertanya kepada Ibnu Umar tentang menjual buah-buahan (yang masih muda). Ibnu Umar lalu menjawab, “Rasulullah ﷺ melarang menjual buah-buahan hingga penyakitnya hilang.” Aku tanyakan, “Kapan itu?” Ia menjawab, “Hingga terbit sekumpulan bintang-bintang .” (HR. Ahmad 5200)
Berdasarkan 3 hadits sahih diatas:
1. Hama yang dimaksud oleh Nabi ﷺ adalah hama buah-buahan/kerusakan. Tentu bukan virus korona karena (sepertinya) virus korona tidak menyerang buah-buahan (Allahu A’lam)
2. Munculnya bintang tsurayya menjadi pertanda musim panas di Hijaz dan seiring dengannya, buah-buahan disana matang dan bersih dari hama. al Hafidz Ibnu Hajar dalam fathul bari memberi keterangan,
وَالنَّجْمُ هُوَ الثُّرَيَّا وَطُلُوعُهَا صَبَاحًا يَقَعُ فِي أَوَّلِ فَصْلِ الصَّيْفِ وَذَلِكَ عِنْدَ اشْتِدَادِ الْحَرِّ فِي بِلَادِ الْحِجَازِ وَابْتِدَاءِ نُضْجِ الثِّمَارِ فَالْمُعْتَبَرُ فِي الْحَقِيقَةِ النُّضْجُ وَطُلُوعُ النَّجْمِ عَلَامَةٌ لَهُ (فتح الباري لابن حجر4/ 395
3. Yang mengatakan bahwa munculnya Tsurayya sebagai pertanda hilangnya hama buah-buahan (dlohirnya) bukanlan Nabi ﷺ melainkan Ibnu Umar ra. Beliau mengetahui itu dari kebiasaan yang terjadi di Hijaz.
4. Disebutkan Ibnu Abdil Barri, menurut para ahli bahwa kemunculan bintang tsurayya terjadi 12 hari berlalu dari bulai Mei (lihat al istidzkar 6/306), Ini menunjukan khusus daerah Hijaz dan sekitarnya. Oleh karena bumi bulat, bintang tsurayya tidak muncul bersamaan di setiap negara, musim pun berbeda-beda antara negeri satu dengan lainnya.
Dengan demikian, yang menjadi pesan universal ketiga hadits di atas adalah petunjuk untuk menghindari gharar dalam jual beli buah-buahan dan hasil pertanian.
Bukan, sebagai penetapan jaminan diangkatnya wabah hama dengan munculnya bintang tsurayya, apalagi dikait-kaitkan pandemi corona di setiap negara, meskipun hal itu menjadi harapan kita saat ini.
Meski begitu, mari terus berdoa semoga Allah SWT segera mengangkat pandemi covid-19 yang sedang melanda dunia saat ini.
Discussion about this post