Jambi, Sitimang.com – Empat orang aktor perempuan bergerak perlahan diatas panggung Teater Arena – Taman Budaya Jambi, menjadi pembuka pertunjukan “Kisah-Kisah Tembikar” yang menjadi reportoar ketujuh dalam Temu Teater Se-Sumatera tahun 2019.
Tak lama berselang, seorang narator memasuki panggung dan mengantarkan cerita dalam senandung tradisional Sumatera Utama, yang memiliki kemiripan dengan Senandung Jolo di Jambi.
Seakan terhipnotis, keempat aktor bergerak liar nyaris ke seluruh wilayah panggung yang ditutupi kain coklat dan terpal berwarna putih. Intensitas emosi dan gerak aktor semakin liar dan meracau saat narator merapalkan mantra dalam bunyi, suku kata, kata dan sekumpulan kalimat yang mampu menciptakan manifestasi mental.
“Kita juga mengingatkan agar manusia tak perlu sombong sebab diciptakan dari tanah dan jasad manusia akan kembali menjadi tanah. Manusia memiliki banyak sifat tanah dalam dirinya. Tanah adalah sumber kehidupan yang penting bagi semua makhluk bumi,” ujar Agus Susilo, sutradara pertunjukan ini.
Manifestasi mental pun semakin menjadi-jadi tatkala aktor yang berperan sebagai pembuat tembikar secara naratif berpuisi dan menyampaikan pesan agamis tentang tanah, kehidupan, kerinduan dan alam.
Satu-persatu tembikar yang diperankan empat perempuan pun berusaha menaiki instalasi bambu sebelum akhirnya mereka dimasukan ke dalam tanah liat yang berada di tengah panggung.
“Ini adalah simbolik pergumulan batin kita. Selain itu, pertunjukan ini selaras dengan sejarah temuan ribuan tembikar di Situs Kotta Cinna, Medan Marelan. Disitu, pernah ada sebuah peradaban maju, kota kecil yang menjadi salah satu pusat perdagangan internasional di masa kerajaan Aru. Orang pertama yang menghuni wilayah ini diyakini orang Tamil, pembawa agama Hindu-Budha (Melayu pra Islam). Tembikar-tembikar ini dibawa dari Tamil, Cina dan Parsi, ini sesuai dengan temuan artefak. Lalu masyarakat lokal membuat tembikar ini dari tanah yg berasal dari Langkat, Serdang dan Deli. Sekarang di Situs Kotta Cinna melakukan tekonstruksi ulang tembikar produksi abad 11 silam,” papar Agus usai pertunjukan.
Ratusan penonton pun terlihat kagum melihat totalitas para aktor perempuan yang melakukan eksperimentasi lumpur tanah liat di atas panggung, sembari terus meracau seakan terikat dalam mantra.
“Karya ini memiliki potensi yang kuat untuk terus dikembangkan. Permainan aktor saat bermain dalam kubangan lumpur tanah liat bila dieksplorasi lagi akan menambah pesona pertunjukan ini,” kata Ja’ far Rasuh, salah seorang pengamat seni Jambi. (Gun)
Discussion about this post