Jambi, Sitimang.com – Sahabat nabi yang bernama Dzul Bijadain memiliki nama asli Abdul Uzza.
Ia adalah seorang yatim yang miskin, ayahnya meninggal tidak mewariskan apa-apa, sehingga sang ibu menyerahkannya kepada pamannya untuk diasuh dan dibesarkan, sehingga Dzul Bijadain dapat menikmati kehidupan yang layak.
Kisah perjuangannya
Saat Nabi Muhammad SAW hijrah dan tiba di Kota Madinah, ada semacam kerinduan yang terpendam dihatinya untuk bisa berjumpa dengan Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam.
Ia pun menemui pamannya dan berkata:
“Wahai pamanku, sudah lama aku menunggu kesediaanmu agar kita dapat masuk Islam bersama-sama. Namun aku tidak melihat dan tidak merasakan bahwa engkau tertarik kepada apa yang dibawa oleh Muhammad, maka izinkanlah aku untuk pergi dan masuk Islam.”
Jawaban yang tidak pernah ia duga, pamannya mengatakan: “Demi Tuhan, kalau kamu mengikuti Muhammad, kembalikan semua yang pernah aku berikan kepadamu, termasuk dua pakaian yang kamu kenakan itu!”
Tidak gentar dengan jawaban sang paman, Abdullah Dzul Bijadain pun menanggapi dengan gagah dan tegas:
“Demi Allah, aku lebih memilih mengikuti Muhammad, dan meninggalkan penyembahan berhala. Ambillah semua yang ada padaku?” lalu pamannya mengambil semua yang ada padanya, bahkan sarung yang sedang dikenakannya pun diambil kembali.
Setelah itu Abdullah Dzul Bijadain pergi menemui ibunya. Lalu ibunya yang sangat mencintai anaknya segera mengambil satu-satunya kain kasar dipotong menjadi dua helai, satu helai untuk bawahan (sarung, celana) dan satu helai lagi untuk atasan (jubah, baju).
Kemudian dia lekas pergi ke Madinah. Sesampainya menjelang subuh, dia berbaring tidur di Masjid Nabawi.
Dia pun menemui Nabi Muhammad SAW dan melepaskan kerinduannya, mengucapkan syahadat serta menceritakan kisahnya sehingga nabi memberikan gelar kepadanya yaitu Abdullah Dzul Bijadain artinya Pemilik Dua Kain Kasar.
Ketaatan Dzul Bijadain
Abdullah Dzul Bijadain menjalani kehidupan barunya dengan penuh kebahagiaan, hari-hari dilaluinya dengan beribadah kepada Allah.
Abdullah Dzul Bijadain senantiasa menemani Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam layaknya seperti sepasang mata yang selalu bersama wajah, demi meraih petunjuk dan ilmu serta meniru akhlak dari orang yang paling sempurna akhlaknya.
Kecintaannya kepada Rasulullah tidak dapat diukir dengan kata-kata dan tulisan yang indah, hanya Allah yang tahu kadarnya.
Demikian pula halnya sang “pemilik dua kain kasar” ini. Ekspektasinya terhadap kesyahidan guna mencicipi surga sangat tinggi sekali sehingga ia berharap agar mati pada medan jihad. Dia pun meminta kepada Nabi agar didoakan.
Tapi Nabi berkata kepadanya seraya memegang pundaknya: “Ya Allah, sesungguhnya aku mengharamkan (tak rela) kaum kafir menumpahkan darahnya.” Ini adalah ekspresi kecintaan Nabi Muhammad SAW kepada sahabat yang mulia ini.
Ibnu Mas’ud pernah berkata: “Seandainya aku yang dikuburkan ketika itu”. Ini kisah yang sangat menakjubkan dari seorang sahabat yang namanya tenar dengan Al-Qur’an dan hadits karena kecintaannya kepada Al-Qur’an dan banyak meriwayatkan hadits.
Wafatnya Dzul Bijadain
Ibnu Mas’ud menceritakan; “aku bangun pada tengah malam ketika ikut bersama Rasulullah dalam Perang Tabuk. Lantas aku melihat ada obor pada salah satu sudut markas. Aku menghampiri cahaya obor itu guna melihat apa yang terjadi, di sana ada Rasulullah, Abu Bakar, dan Umar yang tengah mengurus jenazah Dzul Bijadain, ternyata dia telah wafat.”
Liang lahad yang sudah selesai digali, Abu Bakar dan Umar berada di atas dan Nabi berada di dalam kuburan. “Berikanlah jenazahnya kepadaku,” ujar Rasulullah, lalu Abu Bakar dan Umar menyerahkannya kepada Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam.
Sambil memiringkan tubuh Dzul Bijadain, beliau bersabda: “Ya Allah sesungguhnya pada malam ini aku ridha kepadanya, maka ridhailah dia.”
Ibnu Mas’ud yang melihat itu, merasa takjub dan mengatakan “Duhai, seandainya aku yang dikuburkan ketika itu. Ini adalah bentuk ”iri” dari sahabat yang juga tidak kalah mulianya.
Akhir kehidupannya yang manis, diturunkan jenazahnya oleh dua sahabat mulia, lalu disambut dan didoakan Nabi Muhammad SAW.
Sumber: hidayatullah
Discussion about this post