Artikel, Sitimang.com – Dirgahayu Provinsi Jambi. Saya mendoakan yang terbaik untuk provinsi Jambi-ku tercinta. Semoga Jambi menjadi provinsi yang ramah terhadap rakyat, ramah terhadap pemimpin, adil, makmur, sejahtera dan sentosa. Doa-ku juga, semoga dijauhkan dari marabahaya wabah atau penyakit-penyakit lainnya.
Kalau kita menilik kembali jejak sejarah yang tipis di Provinsi Jambi, maka kita akan menemukan sebuah karya agung yang pernah tertoreh dalam catatan sejarah Nusantara.
Pertama sorot mata kita akan tertuju ke arah selatan. Di sana terpaku sangat dalam sebuah gunung yang menjadi ikon Provinsi Jambi, Gunung Kerinci. Turunkan sedikit pandangan kita dari puncak, kita akan melihat desa-desa tua yang sudah berumur ribuan tahun. Ya, Kerinci adalah salah satu suku tertua di Dunia.
Dr. Bennet Bronson, seorang peneliti asal Amerika mengatakan bahwa suku Kerinci sudah mendiami kaki gunung Kerinci sejak 10.000 tahun yang lalu, jauh lebih dulu dari proto melayu yang datang ke Nusantara sekitar 4.000 hingga 6.000 tahun yang lalu.
Dari situ mari kita melompak ke tahun 671 Masehi. Pada tahun itu seorang pendeta I-Tsing mendarat di sebuah kawasan yang disebut Fo-shi lalu diantar ke Mo-luo-you, kawasan Candi Muaro Jambi.
Kalau kita hidup pada zaman itu, kita akan tahu betapa besarnya Jambi saat itu. I-Tsing memuji-muji Mo-luo-you sebagai tempat yang sangat baik untuk belajar ajaran Budha. Dia merekomendasikan pelajar-pelajar muda untuk ke Mo-luo-you terlebih dahulu sebelum melanjutkan pendidikan ke Nalanda, India.
Kawasan Candi Muaro Jambi adalah saksi bahwa Jambi pernah memiliki universitas internasional yang menelurkan tokoh Budha sekaliber Dharmakirti, guru spritual Budha besar pada masa itu.
Paruh kedua abad ke-15, seorang Turki mendarat di Kuala Tungkal. Kapalnya terdampar akibat diterjang badai. Nama seorang Turki tersebut adalah Ahmad Salim. Konon, dia adalah keturunan raja Turki dan masih dalam jalur keturunan Nabi Muhammad SAW. Meskipun kebenarannya sangat diragukan, yang pasti Ahmad Salim memulai babak baru sejarah Jambi. Sejak dia tiba di Jambi, Jambi berubah menjadi kerajaan Islam.
Satu abad kemudian kerajaan Islam Jambi sudah menjadi salah satu yang terbesar di Sumatra. Anthony Reid mengungkapkan bahwa pelabuhan Jambi adalah yang terbesar setelah Aceh. Saat itu Jambi dipimpin oleh Sultan Abdul Kahar. Sultan yang pertama kalinya menjalin hubungan dagang dengan VOC.
Kejayaan Kerajaan Jambi hanya berlangsung kurang dari satu abad. Pada tahun 1679 Jambi mengalami kekalahan atas serangan Johor setelah kemenangan Jambi pada tahun 1673. Kekalahan ini sangat berat untuk Jambi. Sejak itu pengaruh kerajaan Jambi di Selat Malaka semakin kecil dan perlahan memudar.
Belum lagi masalah internal yang menyebabkan perpecahan wilayah hulu dan ilir Jambi. Tidak hanya itu, Belanda sudah merasuki istana Tanah Pilih dengan meracuni raja dengan candu.
Sultan Astra Ingalaga menjadi korban yang sangat disayangkan. Dia terlalu gemar menghisap candu sehingga hilang hormat rakyat Jambi kepadanya. Anaknya, Kiai Gede sudah berusaha menasihatinya namun, sudah terlambat. Jatuhlah Jambi ke dalam nestapa kemiskinan yang berkepanjangan. Seperti itulah yang disampaikan M. Ali Surakhman dalam artikelnya “Politik Candu VOC Dalam Melemahkan Kesultanan Jambi”.
Tahun 1956, Jambi baru saja memiliki raja yang baru. Namanya Sultan Taha Saifuddin. Seorang anak muda yang berdarah membara. Pengalamannya berkunjung ke banyak negeri membuatnya prihatin dengan negeri Jambi. Menurutnya Jambi tidak boleh diatur-atur melalui perjanjian dengan Belanda. Jambi adalah sebuah negara yang berdaulat dan merdeka.
Sultan Taha membatalkan semua perjanjian-perjanjian yang sudah dibuat oleh pendahulunya. Tentu saja Belanda geram dengan anak muda yang satu ini. Tanggal 4 September 1858 dini hari, Belanda melayangkan surat yang meminta Jambi untuk menyerah dua kali dua puluh empat jam.
Surat itu tidak digubris oleh Sultan muda itu. Dia malah menyiapkan pasukan untuk berperang. Dua hari setelahnya, kapal Belanda dari dari Kumpeh menyerang Istana Tanah Pilih. Tiga jam kemudian, Jambi sudah jatuh ke tangan Belanda.
Elshbeth Locher-Scholten bercerita banyak tentang ini di dalam bukunya.
Setengah abad kemudian adalah masa terakhir kerajaan Jambi. Sultan Taha yan sudah beberapa kali berhasil lolos dari serangan Belanda akhirnya menemui ajalnya juga. Betung Bidara nama tempatnya. Pertempuran terjadi hingga subuh. Konon Sultan yang kehabisan peluru mati dengan teriakan Allahu Akbar sambil menghunuskan pedang. Dadanya yang suci bersimbah darah penuh luka tembak dari serdadu Belanda. Peristiwa berdarah itu terjadi pada 26 April 1904.
Tiga tahun kemudian, anak buah kesayangannya pergi menyusulnya ke hadirat Allah SWT. Orang mengenalnya dengan nama Raden Mattaher, Singo dari Kumpeh.
Dengan mangkatnya Raden Mattaher, berakhir pula riwayat kerajaan Jambi. Kini namanya menjadi Residen Jambi. Pemimpinnya pun seorang Belanda, O.L. Helfrich. Perlahan tapi pasti simbol-simbol kerajaan dihilangkan. Istana Tanah Pilih memang sudah lama diruntuhkan. Sekarang, mereka merubah struktur administrasi menjadi bergaya Belanda. Sekarang nama demang atau temenggung sudah berganti menjadi pasirah.
Belanda tidak lama di Jambi. Sekitar tiga puluh tujuh tahunan berkuasa penuh atas Jambi, Belanda dipaksa mundur oleh Jepang. Orang Indonesia sangat senang. Katanya Jepang adalah saudara se-Asia yang menjadi penyelamat. Namun, itu semua hanya kedok. Tiga setengah tahun menjadi neraka untuk Indonesia, termasuk juga Jambi.
Tahun 1945. Di suatu pagi, di jalan Pegangsaan Timur Jakarta, Sukarno dan Hatta memproklamirkan kemerdekaan Indonesia. Gaungnya sampai pula ke Negeri Jambi. Anak-anak muda Jambi begitu antusias menyambut kemerdekaan Indonesia. Menara air yang dulunya bekas Istana Tanah Pilih menjadi saksi atas berkibarnya bendera Merah Putih.
Tapi, kemerdekaan tidak didapat dengan muda. Kolonel Abundjani, Mayor Makalam dan para pemuda bahu membahu melawan Belanda yang tidak rela akan kemerdekaan Indonesia. Pertempuran terjadi di seluruh Jambi. Kota Bungo dan tempat pertempuran lainnya menjadi saksi perjuangan rakyat Jambi.
Setelah merdeka, bersama tanah Minangkabau dan Riau, Jambi masuk ke dalam provinsi Sumatra Tengah.
Namun, gabungan itu tidak lama. Pada 6 Januari 1957 pukul 02.00 para pemuda baru saja menyelesaikan kongres pemuda seluruh Jambi. Hasil dari kongres tersebut adalah berdirinya Provinsi Jambi. Meskipun masih banyak proses yang terjadi setelah itu, masyarakat Jambi melalui BKRD menetapkan tanggal 6 Januari 1957 sebagai hari lahirnya Provinsi Jambi.
Demikianlah sejarah singkat Negeri Jambi. Yang berlalu biarlah berlalu. Kita jadikan sejarah Jambi sebagai pelajaran. Sekarang adalah tantangan kita menentukan arah Jambi yang lebih baik lagi ke depannya. Karena masa depan itu suci, kitalah yang harus merawatnya.
Penulis: Ubaidillah (Alumni Sejarah Peradaban Islam UIN Syarif Hidayatullah Jakarta)
Discussion about this post