Oleh: Bahren Nurdin
Adakah di antara kawan-kawan yang mengenal istilah judul di atas? ‘Ikan Mudik’, mungkin kedengarannya asing karena istilah ‘mudik’ kita kenal hanya untuk sebutan pulang ke kampung halaman dari rantau khususnya pada saat lebaran datang. Belum pernah mendengar istilah mudik untuk ikan. Ya kan?
Jadi, istilah ‘ikan mudik’ itu ada di kampung saya dan sekitarnya; Desa Paseban, Kecamatan VII Koto Ilir, Kabupaten Tebo, Provinsi Jambi. Ikan mudik itu benar-benar ada dan dapat dilihat sampai saat ini. Ikan mudik itu adalah segerombolan anak-anak ikan dalam jumlah yang sangat banyak (ribuan ekor) berenang melawan arus sungai Batang Hari dari hilir menuju hulu.
Saya tidak tahu proses alamiah dan ilmiahnya, yang jelas musim ikan mudik ini terjadi sekitar tiga bulan setelah banjir berlalu. Biasanya, di kampung saya setiap tahunnya akan terjadi banjir karena meluapnya Sungai Batang Hari. Masyarakat kampung saya sudah sangat akrab dengan banjir dan (biasanya) telah mempersiapkan diri untuk menghadapinya. Jadi, selama bertahun-tahun banjir tidak pernah memakan korban baik harta maupun jiwa. Bahkan sebaliknya, banjir bisa mendatangkan manfaat seperti ikan mudik ini.
Menurut perkiraan saya, pada saat banjir iduk-induk ikan itu bertelur. Kemudian telurnya dibawa air banjir mengikuti arus sungai dan mentetas di hilir. Setelah beberapa waktu bersamaan dengan berlalunya banjir, anak-anak ikan tersebut besar dan kembali ‘mencari’ asalnya; mudik.
Jika perkiraan ini benar, berarti istilah mudik itu sudah terlebih dahulu diterapkan oleh ikan-ikan di Sungai Batang Hari yang melewati kampung saya. Tapi sayang, biasanya perjalanan ‘mudik’ ikan ini akan terganggu oleh orang-orang kampung saya yang menangkapnya. Mereka ditangkap dengan menggunakan ‘posap’ (jaring ikan yang terbuat dari kain kelambu anti nyamuk bekas). Ikan yang tertangkap akan disantap, yang lolos meneruskan perjalanan mudik.
Secara harfiah, istilah mudik di kampung saya adalah perjalanan menuju ke arah hulu sungai. Dalam konteks keseharian, jika ada seseorang yang berada di ujung kampung (di hilir) dan dia akan berjalan ke arah hulu, dia akan berkata ‘ak nak mudik lu meang bontar’ (saya mudik dulu ya).
Untuk konteks yang lebih luas, dulu orang-orang kampung saya selalu merantau ke Kota Jambi. Secara geografis, Kota Jambi itu berada di hilir Sungai Batang Hari jika ditarik garis dari kampung saya. Artinya, kami yang pergi ke Kota Jambi disebut ‘pogi kilir’ (pergi ke hilir) dan jika dari Kota Jambi pulang ke kampung halaman disebut ‘pogi mudik’ (pergi mudik). Jika ada pertanyaan, ‘bilo kan mudik?’ Itu artinya ‘kapan pulang kampung dari Kota Jambi?’
Dengan kondisi ini pula, orang-orang yang berasal dari daerah hulu aliran Sungai Batang Hari seperti Kabupaten Tebo, Bungo, Merangin, dan Sarolangun sering menyebut diri mereka ‘orang mudik’. Saya orang mudik!
Sekali lagi, orang kampung saya sudah sangat lama menggunakan istilah ‘mudik’. Tidak hanya setahun sekali ketika lebaran tapi dalam keseharian pun kami telah menggunakan kata mudik. Bahkan ikan pun kami sebut ikan mudik, hehe.
Akhirnya, selamat mudik dan hati-hati di perjalanan. Jangan sampai ‘diposap kawan di tongah jalan’. Sampai di rumah jangan lupa makan ‘ikan mudik’, hahaha…
Saya dan keluarga mengucapkan:
_Taqabbalallaahi minnaa wa minkum taqabbal yaa kariim, wa ja’alanaallaahu wa iyyaakum minal ‘aaidin wal faaiziin wal maqbuulin kullu ‘aamin wa antum bi khair._ Eid Mubarak 2022.
*(Kel. Bahren dan Wella)*
Discussion about this post