Jakarta, Sitimang.com- Per 31 Maret 2020, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mencatat baru 20% instansi se-Indonesia yang telah memenuhi kepatuhan LHKPN 100% atau sekitar 280 instansi dari total 1.397 instansi di Indonesia.
Plt. Jubir KPK, Ipi Maryati, mengatakan, 280 instansi tersebut terdiri atas 127 instansi di bidang eksekutif, 124 DPRD tingkat provinsi/kabupaten/kota dan 29 instansi BUMN/D.
“KPK terus mendorong kepatuhan LHKPN sebagai upaya pencegahan korupsi. Salah satu inisiatif yang dilakukan sejumlah pimpinan instansi adalah dengan menerbitkan aturan internal, termasuk memajukan batas waktu pelaporan dan menerapkan sanksi administratif bagi yang tidak patuh,” ujarnya kepada Sitimang.com.
Ipi menguraikan, kepatuhan LHKPN periodik untuk pelaporan tahun 2019 per 31 Maret 2020 meningkat 8% yakni menjadi 81,76% dibandingkan periode yang sama pada tahun 2019.
Sebelumnya Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mencatat kepatuhan LHKPN per 31 Maret 2019 untuk pelaporan tahun 2018 sebesar 73,50%.
KPK mengapresiasi peningkatan kepatuhan LHKPN periodik pelaporan tahun 2019 ini, meskipun melalui SE No. 100 tahun 2020 tentang Perpanjangan Masa Penyampaian LHKPN Tahunan (Periodik) Tahun Laporan 2019, batas waktu pelaporan menjadi 30 April 2020. Hal ini merespon situasi dan kondisi yang disebabkan oleh pandemi corona virus disease (covid-19).
Penyesuaian lainnya yang terpaksa KPK lakukan adalah menutup sementara layanan tatap muka LHKPN hingga 21 April 2020. Sebagai gantinya, KPK meminta kepada wajib lapor untuk memanfaatkan saluran tidak langsung melalui https://elhkpn.kpk.go.id, email: lhkpn@kpk.go.id atau menghubungi no telepon 08111929575.
Tingkat Kepatuhan LHKPN Nasional per 31 Maret 2020
Tingkat kepatuhan LHKPN secara nasional tercatat 81,76%. Dari total 363.370 wajib lapor, sebanyak 297.105 WL telah menyampaikan laporannya, sisanya 66.265 WL belum.
Rinciannya adalah Bidang Eksekutif dengan tingkat pelaporan 81% atau sebanyak 237.510 telah melapor dari total 293.542 wajib lapor. Bidang Yudikatif 98% atau sebanyak 18.444 telah melapor dari total 18.893 wajib lapor. Bidang Legislatif 75% atau sebanyak 15.354 telah melapor dari total 20.357 wajib lapor. Dan, dari BUMN/D tercatat 84% atau sebanyak 25.797 telah melapor dari total 30.578 wajib lapor.
Terkait kepatuhan lapor di Bidang Eksekutif, di antaranya meliputi total 51 Menteri, Wakil Menteri dan Pejabat Setingkat Menteri, saat ini tercatat 38 orang (74,5%) telah melaporkan harta kekayaannya. Sisanya sebanyak 13 orang atau sekitar 25,5% yang merupakan wajib lapor periodik masih dapat melengkapi laporannya hingga 30 April 2020.
Sedangkan untuk total 21 orang staf khusus Presiden dan Wakil Presiden, masih terdapat 4 (empat) orang stafsus yang merupakan wajib lapor periodik dan 4 (empat) PN yang tergolong wajib lapor khusus, belum menyampaikan LHKPN-nya.
Demikian juga untuk Wantimpres, KPK mencatat masih ada 2 (dua) PN yang masing-masing merupakan wajib lapor periodik dan wajib lapor khusus yang belum menyampaikan laporannya. 7 (tujuh) orang PN lainnya tercatat telah menyampaikan LHKPN-nya.
Sementara di bidang legislatif, dari total Anggota DPR berjumlah 575 orang, tercatat 274 atau sekitar 48% sudah lapor, sisanya 301 tercatat lapor periodik terakhir pada tahun 2018. Untuk Ketua dan anggota MPR yang berjumlah 10 orang, baru 4 orang yang sudah melapor. Sementara, untuk DPD dari total 136 WL, sebanyak 118 orang atau 87% sudah lapor.
KPK mengimbau agar para wajib lapor baik di eksekutif, yudikatif, legislatif maupun BUMN/D yang belum menyampaikan agar memenuhi kepatuhan LHKPN sebelum batas waktu 30 April 2020. Sebagai salah satu instrumen penting dalam pencegahan korupsi, LHKPN mengedepankan asas transparansi, akuntabilitas dan kejujuran dari para penyelenggara negara. Karenanya, KPK meminta PN untuk mengisi LHKPN-nya secara benar, jujur dan lengkap.
Melaporkan harta kekayaan merupakan kewajiban bagi setiap PN sesuai ketentuan pasal 5 ayat 2 dan 3 Undang-undang No 28 tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara Yang Bersih dan Bebas Dari Korupsi, Kolusi, Dan Nepotisme. UU mewajibkan PN bersedia untuk diperiksa kekayaannya sebelum, selama, dan setelah menjabat. PN juga wajib melaporkan dan mengumumkan kekayaannya sebelum dan setelah menjabat.
KPK sesuai dengan pasal 7 Undang-undang No 19 Tahun 2019 tentang perubahan kedua atas UU No 30 tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi, berwenang untuk melakukan pendaftaran dan pemeriksaan terhadap LHKPN sebagai upaya pencegahan tindak pidana korupsi.
Discussion about this post