Jakarta, Sitimang.com – Masa pandemi corona yang saat ini sedang terjadi membuat pemerintah menggelontorkan banyak bantuan kepada masyarakat. Bantuan sosial yang diberikan untuk menstimulus ekonomi warga ini harus diawasi bersama agar tidak terjadi penyimpangan.
Apabila masyarakat merasa ada terjadi praktik penyimpangan dalam penyaluran dana banso, maka masyarakat bisa menggunakan fitur JAGA Bansos dalam upaya pencegahan korupsi. Fitur ini bisa dimanfaatkan untuk melaporkan jika mengetahui adanya dugaan penyimpangan/penyalahgunaan bantuan sosial. Tak hanya itu, JAGA Bansos juga menyediakan informasi tentang bansos.
Plt juru bicara KPK, Ipi Maryati, menjelaskan, fitur JAGA Bansos bisa diunduh melalui gawai dengan sistem operasi android ataupun iOs. Selain melalui gawai, masyarakat juga bisa mengakses JAGA melalui situs https://jaga.id.
Jika ada laporan yang masuk ke JAGA Bansos, akan diterima KPK lalu diteruskan kepada pemerintah daerah terkait. KPK meneruskan informasi dari masyarakat melalui unit Koordinasi Wilayah (Korwil) pencegahan dam lembaga anti rasuah ini akan memonitor tindak lanjut penyelesaian laporan dan keluhan masyarakat tersebut.
“Kami berharap masyarakat bisa percaya untuk memberikan informasi melalui fitur JAGA Bansos ini, karena ini bisa jadi saluran bagi masyarakat untuk berperan aktif mengawal pengalokasian bansos dan mencegah potensi terjadinya korupsi,” ujar Ipi dalam pesan WhatsApp kepada sitimang.com, pada Jumat malam (29/5/2020).
Fitur JAGA Bansos adalah upaya tambahan yang dilakukan KPK dalam melakukan langkah-langka antisipatif pencegahan korupsi. Hal ini dikarenakan KPK telah memitigasi titik-titik rawan korupsi dalam penanggulangan pandemi Corona Virus Disease 2019 (Covid-19).
“KPK mengidentifikasi yang menjadi salah satu titik rawan adalah terkait penyelenggaraan bantuan sosial sebagai bagian dari Jaring Pengaman Sosial. Pemerintah pusat dan daerah telah melakukan realokasi anggaran dalam jumlah yang sangat signifikan untuk JPS,” katanya.
Di tingkat pusat dari alokasi anggaran Rp 405 triliun, bansos merupakan bagian dari komponen JPS senilai Rp110 triliun. Sedangkan, dari realokasi anggaran pemerintah daerah sebesar Rp67,32 triliun, tercatat 25 triliun akan diberikan dalam bentuk bansos kepada masyarakat.
Alokasi bansos lainnya bersumber dari Dana Desa yang mengalokasikan secara berjenjang yaitu 25% – 35% dari besaran dana desa atau senilai total Rp21 triliun.
“Selama ini pemerintah pusat telah memberikan bansos regular berupa Program Keluarga Harapan (PKH), Bantuan Pangan Non-Tunai (BPNT), dan Bantuan Langsung Tunai (BLT). Dengan adanya pandemi, maka cakupan penerima bantuan diperluas dan besaran bantuan diperbesar. Di samping itu juga diperkenalkan bantuan baru yaitu: bansos sembako dan tunai untuk wilayah Jakarta, Bodetabek dan luar Jabodetabek,” katanya.
Di tingkat daerah pemberian bansos juga dilakukan oleh pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten dan kota yang bersumber dari realokasi APBD. Maka, saat ini setidaknya ada 7 jenis bantuan yang ditujukan untuk masyarakat yang miskin dan rentan menjadi miskin karena pandemi.
Dalam pelaksanaannya, KPK menemukan bahwa penyaluran 7 jenis bansos ini menimbulkan kegaduhan di masyarakat di sejumlah daerah. Salah satu persoalan utama adalah DTKS yang belum diperbaharui oleh pemda. Selain itu, KPK menemukan pemahaman yang keliru tentang penerima manfaat bansos. Karenanya, KPK memandang penting untuk memberikan edukasi kepada masyarakat tentang jenis bansos, kriteria penerima bantuan, dan bahwa masyarakat tidak menerima semua jenis bansos.
“Rentannya penyimpangan dalam penyaluran bansos, mendorong KPK mengambil langkah antisipatif. Salah satunya dengan menerbitkan Surat Edaran No. 11 Tahun 2020 tentang Penggunaan DTKS dan Data Non-DTKS dalam Pemberian Bantuan Sosial ke Masyarakat,” ujarnya.
Melalui surat edaran tersebut, KPK mendorong penggunaan sekaligus sebagai kesempatan untuk melakukan pemutakhiran DTKS oleh pemda melalui dinas sosial. Untuk kemudian data tersebut dipadankan dengan Nomor Induk Kependudukan (NIK). Data by name by address penerima bantuan diyakini tidak fiktif ketika ada NIK. Saat ini pemadanan 96 juta data DTKS sedang berjalan dengan sekitar 70 Juta sudah padan atau sudah memiliki NIK.
“KPK juga meminta Kementerian/Lembaga/Pemda dan instansi lainnya agar transparan dan akuntabel dalam menyalurkan bantuan dengan membuka akses data tentang penerima bantuan, realisasi bantuan dan anggaran yang tersedia. KPK juga mengimbau agar menyediakan sarana layanan pengaduan masyarakat,” tegas Ipi.
Discussion about this post