Jambi, Sitimang.com – Tampilkan pertunjukan teater bertajuk “Padang Perburuan”, Teater Selembayung ingatkan hak rakyat yang kerap terabaikan dalam program pembangunan.
Fadly, sutradara Teater Selembayung menjelaskan, pertunjukan ” Padang Perburuan” mencoba melakukan pembacaan ulang atas peristiwa yang terjadi 26-27 tahun silam, terkait efek dari pembamgunan PLTA yang dialami masyarakat di XIII Koto Kampar.
Pembangunan waduk itu telah melumpuhkan sebagian besar sendi kehidupan masyarakat sekitar dan ditengarai menenggelamkan 10 kampung yang diklaim sebagai bagian utama peradaban Kedatuan Mutakui (Muara Takus) yang disebut Buya Hamka sebagai pusat Sriwijaya Lama.
“Untuk membangkitkan ingatan kolektif masyarakat, kami mencoba melakukan beberapa cara. Misalnya, mempelajari ilmu beladiri yang dahulu kala dikuasai setiap orang (lelaki maupun perempuan). “Silek Tuo” yang dulu jadi mainan (seni beladiri), untuk mempertahankan diri, dan bahkan untuk melumpuhkan lawan, sengaja dihadirkan. Bunga silek tuo itu di eksplore sedemikian rupa untuk keperluan pertunjukan hingga menarik untuk disaksikan siapa saja,” ujarnya saat ditemui usai pertunjukan di Taman Budaya Jambi, pada Jum’at malam (19/7).
Bapak dua anak ini juga menuturkan, pentas “Padang Perburuan” dipentaskan secara keliling di Riau, Jambi, Palembang, Bengkulu dan Bagan-Rohil (Riau). Pentas keliling ini dilaksanakan dalam program Mengarak Teater 2019.
“Dalam karya “Padang Perburuan” ini, konsepsi seni pertunjukan modern ditampilkan berangkat dari spirit lokalitas, seperti seni silat, dan sastra lisan. Gerak-gerak bunga silek tuo dimaknai sesuai keperluan artistik pemanggungan yang ditingkahi nandung sijobang. Kedua unsur spirit lokal genius itu saling isi, melengkapi satu sama lain, sehingga melahirkan simbol baru sebagai bahasa tubuh. Selain itu, setiap aktor dirangsang untuk menertawakan kesedihan, kebodohan, kedunguan, ketakberdayaan, dan kekalahan mereka sendiri. Diteruskan dengan mencemooh kemanusiaan, keadilan, kehidupan yang layak, keangkuhan, kemunafikan, kebohongan, penghianatan, dan sejenis dengan itu lewat lafaz dialog-dialog dari teks puisi,” papar Fadly menutup obrolan. (Gun)
Discussion about this post