Jambi, Sitimang.id – Karya pengolahan musik yang bertajuk ‘smundo’ sukses dipentaskan di gedung arena, Taman Budaya Jambi pada Kamis malam (3/11/2022) dan mendapatkan pujian dari sejumlah kritikus yang menyaksikan pertunjukan tersebut.
Selama hampir empat puluh lima menit, karya ‘smundo’ dari komunitas Tepak Karsa memainkan empat karakteristik instrumen yang terdiri dari tiup (flute), gesek (violin dan violoncello), petik (guitar) dan perkusi (gendang, tambourin, cymbal dan akordion). Dari segi pertunjukan, posisi instrumen menggunakan bentuk standar pertunjukan chamber dimana kelompok string berada pada bagian depan, diikuti oleh kelompok tiup dan perkusi pada posisi belakang.
“Karya musik ini berani menerobos pakem sehingga masih memiliki peluang untuk lebih digali lagi kemungkinan-kemungkinan lainnya,” ujar budayawan Ja’far Rasuh, saat berdiskusi usai pertunjukan.
Sementara itu, komposer Anggi Okprida menguraikan bahwa karya ini mengangkat tentang posisi para suami dari luar yang menikah dengan anggota perempuan suatu klan atau suku ini disebut dengan istilah Uhang Semendo. Oleh karenanya secara adat, ada beberapa tipe Semendo dalam buku naskah dasar-dasar hukum adat Tanah Sekudung Siulak, Kabupaten Kerinci.
Mulai dari Sumendo Gajah gedang yang diumpamakan seperti seekor gajah besar. Tabiatnya memiliki egoisme tinggi. Istilah adatnya disebut “gepuk membuang lemak, cedik membuang kawan”. Sumendo Langau hijau yang diumpamakan seperti lalat (langaw) hijau/lalat bangkai. Tabiat lalat hijau ini sama halnya dengan tipe suami hidung belang yang suka main perempuan. Di mana ada perempuan cantik di sana dia singgah (hinggap), tidak peduli anak istri. Istilah adatnya “Kabawah balik malam, idak
tau badan payah cari bungo, idak tau bungo sedang kembang”.
“Ada pula Sumendo Kucing kuruh, yang diumpamakan seperti kucing kurus yang hanya bermalas-malasan di dapur menunggu diberi makan oleh sang majikan/pemilik. Istilah adatnya “Bialah badan ndam karam, matilah ayam matilah tunggan”. Ketiga tipe semendo tersebut diolah menjadi tiga lagu,” urainya dihadapan para seniman.
Sementara itu, Kepala TBJ Eri Argawan turut mengapresiasi para pemusik yang terdiri dari Joe, Andik, Ardi, Deni, Rido, Eko, Mahar, Yogik dan Anggik. Menurutnya, para pemusik telah berani keluar dan memainkan notasi musik yang ‘tidak biasa’ namun bermakna.
“Pentas ini diselenggarakan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata provinsi Jambi UPTD Taman Budaya Jambi dan didukung penuh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia melalui Dirjen Kebudayaan dalam bingkai Dana Alokasi Khusus (DAK),” katanya seusai acara. (Gun)
Discussion about this post