Bagi warga Yogyakarta, Mbok Lindu adalah legenda lain kota itu. Dari tangannya yang renta, kenikmatan gudeg menjadi yang paling dicari saat pagi. Meski telah berusia hampir seratus tahun, perempuan renta itu tak mau berhenti. Dan mereka yang menjadi pembeli selalu sabar berdiri mengantri. Ini adalah ceritanya.

ANTRI GUDEG | Pemandangan warga yang mengantri demi gudeg Mbok Lindu terjadi setiap hari. Meski sudah tak lagi menjual langsung, gudeg Mbok Lindu selalu saja tandas oleh hasrat para pembeli.

MERACIK | Mbok Lindu (kanan) adalah legenda lain yang ada di Yogyakarta. Dengan tangannya ia meracik langsung gudeg hingga memiliki rasa yang khas. Usianya memang hampir seratus tahun, namun ia tak melupakan takaran bumbu untuk gudeg buatannya.

SEMANGAT | Tangan Mbok Lindu memang telah merenta, gerakannya pun telah melambat. Tapi jangan bayangkan semangatnya berkurang, karena setiap pagi buta ia telah menggunakannya untuk memasak gudeg yang selalu dinanti penikmatnya yang setia.

NAMA | Lindu, bukanlah nama sesungguhnya. Pada mulanya nama itu muncul dari keponakannya. Namun, nama Lindu kini telah menjadi merek dagang gudegnya.
Mbok Lindu sendiri memiliki nama asli Giyem, dan nama itu justru tak dikenal oleh pelanggan setianya.

LAKON | Bagi Mbok Lindu, bekerja telah menjadi nafas hidup. Dari memasak sampai menjual gudeg telah dijalani oleh dia sejak berusia 13 tahun. Saat ini tubuh rentanya tak bisa menopang hasrat Mbok Lindu untuk menjumpai pelanggannya, dan lakon yang dijalaninya kini hanya sebagai peracik bumbu dan yang memasak gudegnya.

PENENTU | Baru setahun ini saja Mbok Lindu tak lagi melayani langsung pembeli. Dari tangan putri bungsu Mbok Lindu, Ratiyah, gudeg ibunya sampai ke pelanggannya. Namun, Mbok Lindu tetap menjadi orang yang menentukan bumbu apa yang mesti disiapkan untuk diracik agar kenikmatan lekat di lidah banyak penikmatnya.

DAPUR | Di dalam pawon (dapur) rumahnya yang berdinding bambu dan berlantai tanah, krecek, gori, tempe, telur dan ayam dimasak. Di tempat itu kelezatan rasa sudah tersingkap bersama kepulan asap yang berbaur dengan bau sedap bumbu gudeg Mbok Lindu yang menguap.

ALAT MEMASAK | Menggunakan anglo yang terbuat dari tanah liat dan nyala api dari bara arang kayu bakar, gudeg dimasak. Cara itu membuat aroma gudeg Mbok Lindu berbeda dengan gudeg lainnya yang ada di Yogyakarta.

ANTRIAN GUDEG | Pada pagi setelah waktu Shubuh tiba, antrian pembeli sudah berkumpul di tempat Mbok Lindu dulu berjualan. Menempati pos ronda yang dialihfungsikan sementara sebagai warung, Ratiyah yang telaten mulai melayani pembeli hingga tengah hari tiba. Tak hanya dari Kota Yogyakarta, pembeli gudeg Mbok Lindu juga banyak datang dari luar kota. Selain itu wisatawan, dan orang asing yang telah lama tinggal di kota itu pun turut antri demi mendapat kenikmatan.

TERLELAP | Mbok Lindu baru bisa beristirahat ketika Ratiyah, anaknya menjumpai pelanggannya yang telah mengantri gudegnya. Terlelap di atas dipan yang menjadi tempat favoritnya, ia memejamkan mata. Tapi itu pun tak lama, ketika sang anak pulang, perempuan tua itu kembali bangun untuk mengulang apa yang telah dilakukannya saban hari. Dengan pijar semangat yang menyala, perempuan yang hampir seabad itu bangun kembali menyiapkan bumbu gudeg racikannya.
Discussion about this post