Jambi, Sitimang.com – Sebanyak 3.975 kali persidangan yang terdiri dari 3.625 kali persidangan pidana umum (pidum) dan 350 kali persidangan perkara khusus (pidsus) telah dan sedang disidangkan secara daring oleh jajaran Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jambi selama masa pandemi corona dan era tatanan baru.
Hal ini terungkap dalam webinar dalam rangka peringatan Hari Bhakti Adhykasa (HBA) ke-60, yang berlangsung pada Senin pagi (20/7/2020). Dalam webinar ini, menghadirkan keynote speaker mulai dari, Kajati Jambi, Yudi Sutoto, Kapolda Jambi, Irjen Pol Firman Shantyabudi, Ketua Pengadilan Negeri Jambi, Jon Efferedi, Kakanwil Hukum dan HAM, Mhd Jahari Sitepu, Wakil Ketua Peradi, Dr Sarbaini, akademisi Fakultas Hukum Universitas Jambi, Dr Usman serta Dr Mahmud Mulyani, dosen Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
Dalam sambutannya, Kajati Jambi menjelaskan, selama pandemi covid-19 jajaran Kejati Jambi telah menggelar sidang secara daring sebanyak 3.625 untuk perkara pidum dan perkara pidsus masih 350 kali sidang.
“Melalui webinar ini diharapkan dapat dijadikan pedoman dalam pengoptimalan perangkat peradilan di wilayah Provinsi Jambi guna mengefektifkan pelaksanaan tugas dan fungsi masing masing,” ujar Yudi Sutoto.
Sementara itu, Kapolda Jambi menegaskan kesiapan kepolisian membantu kejaksaan dalam hal menghadirkan tahanan saat sidang secara daring. Hal ini dikarenakan selama tahanan sebelum perkara putus perkaranya maka masih ditahan di setiap polsek, polres dan polda.
“Masih ada kendala polisi berupa kurangnya kapasitas ruang tahanan dan saat ini sudah disiasati dengan memakai ruangan di Mako Brimob Polda Jambi,” kata Irjen Pol Firman Shantyabudi.
Kakanwil Hukum dan HAM Provinsi Jambi juha menilai pelaksanaan sidang online sudah berjalan efektif walaupun masih banyak kekurangan. Mulai dari, kurangnya ruang untuk sidang yang dimiliki sehingga memperlama waktu persidangan itu sendiri.
Disisi lain, Ketua Pengadilan Negeri Jambi, Jon Efferedi, mengatakan, selama proses sidang secara daring, para hakim mengharapkan meskipun sidang dilakukan secara online tetapi saat pemeriksaan saksi dan terdakwa maka jaksa, pengacara dan saksi diharapkan tetap hadir di ruang sidang. Menurutnya, hal ini untuk memudahkan pembuktian dan memperkuat keyakinan majelis hakim dalam memutus sebab hal ini berbeda jika hakim hanya melihat wajah melalui layar monitor atau laptop.
Menanggapi hal ini, akademi Unja, Dr Usman, menuturkan, pelaksanaan sidang online harus ditunjang dengan perangkat dan sumber daya manusia yg mumpuni.
“Saat sidang di TanjungJabung Timur contohnya. Kami malah saling menunggu untuk bisa memulai sidang. Selain itu diharapkan agar jaksa dan hakim harus membuka tautan aplikasi zoom agar bisa diakses umum karena ini sesuai dengan azas sidang terbuka untuk umum,: tegasnya.
Dari sudut pandang pengacara, Dr Sarbaini, yang juga wakil ketua DPC Peradi Jambi, menyampaikan bahwa persidangan secara daring sangat memberatkan klien mereka disebabkan antara terdakwa dengan saksi maupun barang bukti tidak dapat dihadirkan di pengadilan.
“Dikarenakan saling berjauhan sehingga tidak dapat dikonfrontir kebenarannya dan endingnya rata-rata diputus tanpa mempertimbangan hak-hak terdakwa serta biasanya lebih berat,” jelasnya.
Diskusi ini ditutup dengan paparan Dr Mahmud Mulyadi yang menguraikan terkait kendala sidang daring. Mulai dari terbatasnya zoom-on hingga sinyal yang kerap terputus-putus. Terkait teknis perkara, pembuktian yang terbatas terutama tidak bisa terkonfirmasi dengan baik antara saksi dan terdakwa menjadi salah satu hal yang penting.
“Padahal ini kunci hakim memutus perkara sehingga diharapkan ada dasar hukum yang konkrit mengatur sidang secara terbatas tanpa kehadiran di pengadilan karena memang UU yang ada mengharapkan terdakwa dihadirkan didepan persidangan,” tandasnya.
Discussion about this post