Thursday | September 28, 2023
  • ADVERTORIAL
  • SELOKO
    • BATANGHARI
    • BUNGO
    • KERINCI
    • KOTA JAMBI
    • MERANGIN
    • MUARO JAMBI
    • SAROLANGUN
    • SUNGAI PENUH
    • TANJABBAR
    • TANJABTIM
    • TEBO
  • METROPOLIS
  • INTERNASIONAL
  • HIBURAN
  • OPINI
  • RAGAM
  • RELIGI
Mengabarkan & Terpercaya
Advertisement
  • ADVERTORIAL
  • SELOKO
    • BATANGHARI
    • BUNGO
    • KERINCI
    • KOTA JAMBI
    • MERANGIN
    • MUARO JAMBI
    • SAROLANGUN
    • SUNGAI PENUH
    • TANJABBAR
    • TANJABTIM
    • TEBO
  • METROPOLIS
  • INTERNASIONAL
  • HIBURAN
  • OPINI
  • RAGAM
  • RELIGI
No Result
View All Result
  • ADVERTORIAL
  • SELOKO
    • BATANGHARI
    • BUNGO
    • KERINCI
    • KOTA JAMBI
    • MERANGIN
    • MUARO JAMBI
    • SAROLANGUN
    • SUNGAI PENUH
    • TANJABBAR
    • TANJABTIM
    • TEBO
  • METROPOLIS
  • INTERNASIONAL
  • HIBURAN
  • OPINI
  • RAGAM
  • RELIGI
No Result
View All Result
Mengabarkan & Terpercaya
No Result
View All Result

6 Fakta RA Kartini yang Tak Banyak Diketahui Orang

by GUN
22/04/2020
in SELOKO
Reading Time: 3 mins read
0
1
VIEWS
ShareTweetSend

Jakarta, Sitimang.com – Bangsa Indonesia memperingati Hari Kartini setiap tanggal 21 April untuk mengingatkan perjuangan RA Kartini sebagai merupakan sosok yang berjuang mengangkat harkat dan martabat kaum perempuan serta persamaan hak.

Selain perjuangannya yang inspiratif, sebenarnya sudah tahukah anda tentang sejumlah fakta menarik dibalik kehidupan sang pejuang emansipasi ini, seperti yang dilansir dari boombastis.com

1. Kartini Memiliki Darah Bangsawan dan Ulama

Kartini adalah seorang gadis Jepara yang dilahirkan pada tanggal 21 April 1879. Kartini memiliki darah seorang bangsawan dari Ayahnya yang bernama Mas Adipati Ario Sosroningrat. Saat itu, ayahnya merupakan seorang Bupati Jepara yang memiliki garis keturunan dari Hamengkubuwana VI hingga sampai ke garis keluarga istana Kerajaan Majapahit.

Ibunya sendiri, M.A. Ngasirah, menurut catatan sejarah Pemerintah Daerah D.I. Yogyakarta merupakan anak dari ulama ternama di tanah Jepara, yakni Nyai Haji Siti Aminah dan Kiai Haji Madirono yang merupakan guru ngaji di daerah Teklukawur, Jepara.

2. Tak Bangga Dengan Gelar Kebangsawanan

Di masa kecil, Kartini kerap dipanggil sebagai Raden Ayu Kartini. Namun, ia sebenarnya tidak suka dengan panggilan Reden Ayu. Hal ini diketahui saat pertama kali ia diberi gelar Raden Ayu oleh ayahnya setelah Kartini pulang sekolah.

Setelah peristiwa itu, Kartini kerap memikirkan gelar kebangsawanannya itu. Diperhatikannya, di sekelilingnya sudah banyak perempuan yang dipanggil Raden Ayu sebagaimana dirinya.

Kartini pun lalu berusaha mempelajari makna dibalik panggilan tersebut. Sehingga suatu hari ia tahu bahwa status kebangsawanannya dengan panggilan Raden Ayu tidak ada yang bisa dibanggakan. Ia lebih senang dengan “Kartini” saja.

3. Hidup Dalam Keluarga Poligami

Masa kecil Kartini sampai ia dewasa sudah diliputi dengan kehidupan keluarga poligami. Ia merupakan anak dari pasangan Raden Mas Adipati Ario Sosroningrat dan M.A. Ngasirah. Namun ibunya bukanlah istri utama dari sang ayah, karena ayahnya kemudian menikah lagi dengan Raden Ajeng Woerjan yang memiliki darah keturunan ningrat.

Di masa dewasanya sendiri, Kartini harus menerima kenyataan disuruh menikah dengan Raden Adipati Joyodiningrat yang sebenarnya telah memiliki tiga istri. Keadaan ini membuat Kartini menjadi perempuan yang lekat dengan kehidupan berpoligami. Dari hasil perkawinan ini, Kartini dikaruniai seorang anak yang diberi nama Soesalit Djojoadhiningrat sebelum ia meninggal.

4. Habis Gelap Terbitlah Terang Awalnya Bukanlah Sebuah Buku

Sebenarnya, buku Kartini “Habis Gelap Terbitlah Terang” pada mulanya bukanlah sebuah buku, melainkan hanya kumpulan surat-surat yang dikirimkan kepada J.H. Abendanon dan teman-temannya di Eropa. Setelah Kartini meninggal, J.H Abendanon berinisiatif untuk membukukan surat-surat tersebut dengan judul “Door Duisternis Tot Licht” atau yang kini lebih dikenal di Indonesia sebagai “Habis Gelap Terbitlah Terang”.

Terbitnya surat-surat kartini ini ternyata sangat menarik perhatian masyarakat Belanda. Pemikiran-pemikiran Kartini dalam surat-surat itu mampu mengubah pandangan masyarakat Belanda terhadap adat istiadat budaya Jawa dalam memperlakukan seorang perempuan.

Selain itu, pemikirannya juga mampu menginspirasi pejuang kebangkitan nasional, yang salah satunya adalah W.R. Soepratman yang menciptakan lagu berjudul Ibu Kita Kartini.

5. Mulanya Buku Kartini Tidak Berjudul Habis Gelap Terbitlah Terang

Saat menikah dengan Raden Adipati Joyodiningrat, Kartini diberi hadiah terjemahan Al Qur’an yang diberi nama Faidh Al Rahman Fii Tafsir Qur’an oleh guru ngajinya, Kiai Soleh Darat. Saat membacanya, Kartini begitu terkesan dengan Surat Al Baqarah ayat 257 yang menyebutkan bahwa Allah-lah yang membimbing orang-orang beriman dari gelap menuju cahaya.

Dalam surat-surat yang dikirim kepada sahabatnya di Belanda, J.H. Abendanon, Kartini sering mengulang kalimat “Dari gelap menuju cahaya”. Atas dasar ini kumpulan surat-surat Kartini yang dibukukan kemudian diberi judul “Door Duisternis Tot Licht” dalam Bahasa Belanda, yang bila diartikan menjadi “Dari Gelap Menuju Cahaya”.

Barulah di tahun 1922, Balai Pustaka menerbitkannya dalam Bahasa Melayu dengan judul “Habis Gelap Terbitlah Terang: Boeah Pikiran”. Di tahun 1938, buku ini terbit lagi dengan judul “Habis Gelap Terbitlah Terang” menurut versi sastrawan Pujangga Baru, Armijn Pane.

6. Belanda Mengabadikan Nama Kartini Sebagai Nama Jalan

Perjuangan Kartini memang tak hanya menginspirasi kaum perempuan Indonesia saja, melainkan kaum perempuan Belanda juga ikut merasakan hal yang sama. Paling tidak inilah efek yang terasa ketika surat-surat Kartini dibukukan dalam bentuk Bahasa Belanda dengan judul “Door Duisternis Tot Licht”. Mereka yang membacanya pasti tersentuh akan ketidakadilan yang harus diterima kaum perempuan pribumi di tanah Jawa.

Untuk itu, nama harum perjuangan Kartini kini diabadikan oleh pemerintah Belanda sebagai nama jalan. Bukan hanya satu jalan, tapi ada empat jalan di Belanda yang memakai nama Kartini sebagai nama jalannya. Di Utrecht ada Jalan R.A. Kartinistraat, di Haarlem ada Jalan Kartini, di Venio pun juga ada Jalan R.A. Kartinistraat, dan terakhir di Ibukota Belanda, Amsterdam, juga ada Jalan R.A. Kartinistraat di pusat kota.

Tags: 21 AprilHari KartiniRA KartiniSejarah

Related Posts

Pj Bupati Sarolangun Kunjungi Kawasan Wisata Alam Desa Muaro Cuban Batang Asai

09/08/2023

10 Seniman Ikuti Workshop Keproduseran Seni Pertunjukan Indonesia

19/07/2023

Rayakan HUT ke-7, Swiss-Belhotel Jambi Adakan Kegiatan Donor Darah

13/03/2023

Puluhan Warga RT 09 Desa Ture Terisolasi Tanpa Jalan dan Listrik

12/03/2023

Memeriahkan Anniversary Ke-6, Luminor Hotel Jambi Gelar Senam Sehat

10/03/2023

Rayakan Anniversary ke-6, Luminor Hotel Jambi Berikan Beragam Promo Menarik

03/03/2023
Next Post

Update Corona di Indonesia, 22 April 2020

Sidang Isbat Dilakukan dengan Video Konferensi

Bulog Jambi Pastikan Stok Beras di Jambi Mencukupi

Update Corona di Indonesia, 23 April 2020

Pasien Corona di Jambi Tambah 1 Lagi & Menjadi 14 Orang

Discussion about this post

Media Partner

  • PEDOMAN MEDIA SIBER
  • REDAKSI
  • SITIMANG GRUP
  • TENTANG KAMI

© 2020 Sitimang - Jalan HM Yusuf Singedekane, Lorong Purnawira, No 7, RT 21, Telanaipura, Kota Jambi. Kode Pos 36122. Developed by Ara.

No Result
View All Result
  • ADVERTORIAL
  • SELOKO
    • BATANGHARI
    • BUNGO
    • KERINCI
    • KOTA JAMBI
    • MERANGIN
    • MUARO JAMBI
    • SAROLANGUN
    • SUNGAI PENUH
    • TANJABBAR
    • TANJABTIM
    • TEBO
  • METROPOLIS
  • INTERNASIONAL
  • HIBURAN
  • OPINI
  • RAGAM
  • RELIGI

© 2020 Sitimang - Jalan HM Yusuf Singedekane, Lorong Purnawira, No 7, RT 21, Telanaipura, Kota Jambi. Kode Pos 36122. Developed by Ara.